Consultation Of Public Card Of Kec. KADIPATEN

Photo Gallery: Beranda

/album/photo-gallery-beranda/ktp-jpg/

MultiChooish

Date: 12/08/2012

By: koko abdul kohar

Subject: cari alamat teman

minta alamat teman atas nama
DEWI WILDAYANI
dulu di blok gordah
tolong kirim email ke Urlogbagmin@yahoo.co.id
atau sms ke 082127733654

Date: 12/08/2012

By: koko abdul kohar

Subject: Re: cari alamat teman

umur sama dengan saya sekitar 30 tahun

Date: 09/08/2012

By: Arjuno Ireng

Subject: Salam On Line

Mudah2an semakin Up To Date...

Date: 12/04/2010

By: Rudiyanto

Subject: siakonline@depdagri.go.id

Aplikasi Database link internal Depdagri,,,,,info lengkapnya ok thank's

Date: 09/04/2010

By: Munawar Khalil

Subject: Thank's to siakonlie e-KTP

hadir dengan media dan tampilan yang sederhana ,,,!!! upc

Lintas Sektor

This section is empty.

Menyebarluaskan Penggunaan Nomor Induk Kependudukan

 

       

Minggu lalu, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengundang para pakar kependudukan untuk mengikuti hearing tentang penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) untuk  penduduk Indonesia. Seperti diketahui, NIK semula dicetuskan oleh Menteri Kependudukan RI atas dasar UU Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera pada era pemerintahan Pak Harto. 

Dengan adanya NIK, setiap penduduk Indonesia diakui dan dilindungi secara hukum sebagai warga negara sejak dilahirkan. Gagasan itu disambut baik oleh banyak kalangan. Bahkan, telah dijanjikan oleh UNFPA PBB untuk dibantu dalam rangka pengembangan sistem registrasi penduduk di Indonesia.

Namun, gagasan itu tidak dapat diteruskan karena adanya anggapan bahwa NIK hanya berhubungan langsung dengan kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK), yang secara historis merupakan bagian dari administrasi kependudukan yang pelaksanaan penerbitannya dilakukan oleh jajaran Departemen Dalam Negeri (Depdagri) sampai ke tingkat pedesaan.

Anggapan itu sebagian benar sehingga Presiden Soeharto ketika itu memutuskan agar pengembangan NIK diserahkan kepada Depdagri dan jajarannya. Tetapi, pengembangan itu tersendat karena dianggap tidak mempunyai dasar hukum yang kuat. Kemudian diupayakan adanya UU tentang Administrasi Kependudukan, yang akhirnya berhasil disetujui dan disahkan sebagai UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

UU tersebut menyatakan bahwa NIK adalah wujud nyata dari perlindungan dan pengakuan terhadap status pribadi dan status hukum atas setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk Indonesia. Pengakuan UU ini sangat penting biarpun sebenarnya tidak perlu harus dikeluarkan sebagai UU karena UU Nomor 10 Tahun 1992 yang telah ada sebelumnya dengan jelas memberikan pengakuan tersebut. Namun, dengan pengakuan ulang itu, lebih tegas UU memberi perintah agar NIK diberikan kepada setiap penduduk Indonesia. Kini, Kementerian Dalam Negeri telah menyediakan sekitar 232 juta NIK-nya.

Sesuai dengan amanat UU Nomor 23 Tahun 2006, pemberian NIK dan kartu keluarga dilakukan apabila yang bersangkutan telah melaporkan keadaan rumah tangganya. Ini berarti para penyusun UU mengacu pada pengalaman dan praktik registrasi penduduk yang telah berjalan dengan baik di negara maju yang masyarakatnya sangat paham kegunaan hasil registrasi dan penggunaan NIK. Untuk masyarakat negara berkembang seperti Indonesia yang belum maju, dan penggunaan NIK-nya terbatas, pemberian kartu tanda penduduk (KK) dan NIK seharusnya dilakukan oleh pemerintah secara aktif. Apabila masyarakat bertambah maju dan penggunaan NIK sudah meluas, hampir pasti masyarakat akan proaktif melaporkan segala kejadian demografi dalam keluarganya.

Karena penanganan KK dan KTP dilakukan oleh instansi yang sama (Depdagri), besar kemungkinan sistemnya dapat disatukan dengan penggunaan server yang besar untuk menampung informasi dari lebih 230 juta penduduk dengan segala ciri-cirinya. Tetapi, karena otonomi daerah, setiap daerah mengembangkan sistem servernya sendiri-sendiri, dan tidak kompatibel dengan sistem daerah lainnya, maka sistem single identity number tidak ada manfaatnya lagi.

Oleh karena itu, ketika dilakukan dengar pendapat dengan DPD, dianjurkan agar pemerintah lebih serius menyiapkan tenaga SDM yang mempunyai banyak fungsi. Artinya, dapat memberikan advokasi kepada aparat pemerintah untuk memberikan komitmennya mempergunakan NIK dan sistem yang sama dalam mendukung pelayanan kepada keluarga dan masyarakat. SDM hendaknya mengembangkan program komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) yang luas kepada masyarakat.

Apabila dalam UU disebutkan bahwa NIK adalah nomor identitas tunggal (single identity number), yang harus dicantumkan untuk keperluan NPWP, paspor, SIM, surat akta tanah, maka semua instansi terkait harus memahami amanat UU tersebut. Amanat UU itu mudah ditulis, tetapi praktiknya sangat sukar untuk dilakukan.

Kalau berbagai komitmen itu tidak bisa dikembangkan, NIK hanya akan berlaku sebagai nomor yang menghias setiap dokumen, tetapi dalam praktiknya tidak berfungsi. Masing-masing instansi pasti tidak bisa mengakses database yang selalu diperbarui. Setiap penduduk tidak akan terlindungi dari kemungkinan penyalahgunaan nama dan identitas yang salah untuk segala kebutuhan atau kepemilikannya. NIK, tanpa melalui sistem komputer yang canggih dan "dapat saling bicara", tidak akan melindungi penduduk.

Dalam hal penggunaan NIK untuk mencatat pemilih untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) atau pemilihan presiden (pilpres) atau pemilihan umum lainnya, kalau Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Depdagri tidak mengembangkan sistem yang kompatibel, peristiwa beberapa bulan yang lalu akan terulang kembali. Tanda pengenal seperti sidik jari dan lainnya tidak ada gunanya karena tanda pengenal itu hanya ada dalam salah satu sistem yang dikuasai suatu lembaga. Tetapi, kalau "tidak bicara" satu sama lain, sistem yang lain itu tidak akan bisa mengenal sidik jari itu.

Bagian kedua yang sangat penting adalah KIE untuk rakyat banyak agar memberikan partisipasinya yang tinggi. Kalau sistem yang baik hanya tinggal di kantor-kantor dinas, maka sistem NIK dengan segala peralatan canggihnya akan menjadi benda mati yang tidak menghasilkan data sesuai dengan keadaan sebenarnya. Mudah-mudahan triliunan rupiah yang akan disediakan untuk keperluan NIK ini mempertimbangkan semua kemungkinan yang ada. (Prof Dr Haryono Suyono, mantan Menteri Negara Kependudukan)

Sumber/diedit dari : suarakarya-online

 


 

 

 

 

KPK Diminta Ikut Awasi Program SIAK

 

JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut mengwasi program Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SAK) yang diperkirakan menelan biaya Rp6,3 triliun hingga tahun 2013.

“Mendagri memang sempat berkonsultasi dengan KPK untuk pengawasan program Sistem InfAdministrasi Kependudukan ini, sebagai upaya pencegahan korupsi,” kata Kapuspen Kemendagri Saut Situmorang, Senin (29/3/2010).

Alokasi dana untuk program SAK mendapat sorotan dari Forum Indonesia Untuk Transparansi (Fitra). Mereka khawatir adanya mark up dana program e-KTP tahun 2010 di enam kabupaten/kota. Pembuatan e-KTP bersama NIK dan SIAK menjadi bagian dari program SAK.

“Kami melihat anggaran untuk percontohan e-KTP tahun ini sebesar Rp842,2 miliar sangat boros. Padahal Rp720 miliar sudah cukup,” kata Koordinator Advokasi dan Investigasi Fitra Uchok Khadafi.

Dikutip/diedit dari : okezone.com (news)

 

 

Search site

Contact

Siakonline Jl. Raya Heuleut No. 02 Kadipaten 45452 0233-661005

 

 

Kantor Kecamatan KADIPATEN

Kabupaten Majalengka

Artikel / Tutorial

10/04/2010 20:55

Step by step Install Windows 2000

Windows 2000 Professional instalasi langkah-demi-langkah prosedur dengan screenshot     Program Aplikasi Database Siak Online Depdagri merupakan program aplikasi pengolah dokumen data administrasi kependudukan yaitu aplikasi database dalam pembuatan Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda...

Keterlambatan, Perubahan dan Perpanjangan KK dan KTP Dikenakan Sanksi Rp. 20.000,-